TUGAS 2 : Letter Of Credit (L/C)
Nama : Tri Yuono Saputra
NPM : 21208520
Kelas : 4EB14
Mata Kuliah : Akuntansi Internasional
Contoh Kasus
A. Latar Belakang
L/C
yang merupakan singkatan dari Letter of Credit, kadang disebut juga sebagai
Credit khususnya dalam Uniform Customs and Practice (UCP). Disamping itu
Documentary Credit juga dikenal sebagai istilah yang umumnya dipakai dalam
konfirmasi L/C (lembaran L/C). Documentary Credit mengandung arti bahwa bank
hanya bertanggung jawab sebatas dokumen dan tidak bertanggung jawab atas
komoditi yang dikapalkan apakah sesuai degan yang tersurat dalam dokumen.
Singkat kata petugas bank tidak berurusa dengan barang yang dikapalkan. L/C
merupakan janji bayar dari Bank Pembuka kepada pihak Eksportir sepanjang mampu
menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. Bagi para
nasabah importir, BCA menyediakan jasa layanan untuk penerbitan berbagai jenis
L/C, mulai dari Sight L/C (atas unjuk), Usance L/C (berjangka), Red Clause L/C
(pembayaran di muka), hingga Standby L/C. Penerbitan L/C dapat dilayani dalam
22 mata uang asing ke berbagai penjuru dunia di mana Anda bermitra bisnis.
Perbankan
nasional kembali diguncang kasus. Adalah Bank Century yang pada akhir November
2008 diselamatkan pemerintah, karena dianggap berpotensi memicu krisis
sistemik, menyusul kalah kliring yang dialaminya. Mengenai masalah gagal
Kliring Bank Century, Boediono (Gubernur BI) waktu itu menegaskan bahwa hal itu
disebabkan oleh factor teknis berupa keterlambatan penyetoran prefund. Menurut Menteri keuangan Sri
mulyani Indrawati, keputusan menyelamatkan Bank Century pada tanggal 21
November 2008 adalah untuk menghindari terjadinya krisis secara berantai pada
perbankan yang dampaknya jauh lebih mahal dan lebih dashyat dari 1998. \dengan
meminimalkan ongkosnya dan dikelola oleh manajemen yang baik maka Bank Century
punya potensi untuk bisa dijual dengan harga yang baik. Maka, mulai hari jumat
21 November 2008 PT. Bank Century telah diambil alih oleh Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS), untuk selanjutnya tetap beroperasi sebagai Bank Devisa penuh
yang melayani berbagai kebutuhan Jasa Perbankan bagi para nasabah.
Pengambilalihan Bank tersebut oleh Lembaga Pemerintah ini dimaksudkan untuk
lebih meningkatan keamanan dan kualitas pelayanan bagi para nasabah. Tim
manajemen baru yang terdiri dari para professional telah ditunjuk hari itu juga
untuk mengelola dan meningkatkan Kinerja Bank.
Meskipun sudah diambil alih pemerintah
melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), bank yang membukukan laba Rp 139
miliar per semester pertama 2009 tersebut, kini disoroti DPR dan public.
Pangkal persoalannya adalah kucuran dana talangan hingga mencapai Rp 6,762
trilliun yang dianggap terlampau besar dan tidak procedural, serta adanya
potensi moral hazard demi melindungi dana milik deposan kakap yang disimpan di
bank itu. Bank hasil merger Bank Pikko, Bank Danpac, serta Bank CIC pada 2004
tersebut mengalami kemunduran kinerja secara kronis, sehingga perlu dana
talangan. Berdasarkan data LPS, pada rentang waktu 20-23 November 2008,
suntikan dana mencapai Rp 2,776 triliun, untuk menutup kebutuhan modal agar
rasio kecukupan modal terdongkrak hingga 10 persen. Tak lama berselang, yakni
pada 5 Desember 2008, kembali disuntik Rp 2,201 triliun. Dengan demikian dalam
rentang 15 hari total dana talangan yang disuntikan mencapai Rp 4,977 triliun.
Tak berhenti disitu, dana talangan terus mengucur yakni pada 3 Februari 2009
sebesar Rp 1,155 triliun, disusul pada 21 Juli 2009 sebanyak Rp 630 miliar.
Total dana suntikan (bailout) menjadi Rp 6,726 triliun. Suatu jumlah yang
fantastis dan tidak mengherankan jika kini disoroti, dan DPR menuntut
pertanggungjawaban pemerintah, LPS dan Bank Indonesia (BI).
Mengurai persoalan yang kini menghangat
mau tak mau kita harus menengok ke belakang. Perlu diketahui, pemegang saham
pengendali Bank Century adalah Rafat Ali Rizvi dan Hesyam Al Warraq. Adapun
pemegang saham mayoritasnya Robert Tantular. Setelah merger ternyata tidak ada
perbaikan. Sejak 2005 hingga 5 November 2008, bank itu bolak balik masuk
pengawasan intensif BI. Penyebabnya adalah exposure pada surat berharga valuta
asing (valas) bodong atau tidak berperingkat senilai US$ 203 juta, serta asset
tidak produktif senilai Rp 477 miliar, yang menekan modal bank. Sebagai tindak
lanjut pengawasan intensif BI meminta bank menjual tunai surat berharga
valasnya paling lambat akhir Desember 2005. Namun, bank mengajukan proposal
penyelesaian melalui skema penjaminan tunai (assets management agreement/ AMA),
dan disetujui BI pada 21 Februari 2006. Kemudian BI juga meminta bank menambah modal
Rp 500 miliar. Permintaan ini dipenuhi pemilik bank sebesar US$ 10,5 juta dan
US$ 14,85 juta. Terakhir bank melakukan right issue dan meraup dana Rp 442
miliar. Namun semua itu sia-sia, Bank Century semakin terperosok sehingga masuk
status pengawasan khusus pada 6 November 2008. Berdasarkan pemeriksaan berjalan
(assessment) BI per 30 September 2008, rasio kecukupan modal (capital adequacy
ratio/CAR) turun ke posisi 2,35 persen. Kondisi ini juga diperburuk oleh
turunnya kepercayaan masyarakat terhadap bank, khususnya deposan besar, seperti
Sampoerna dan PT Timah, yang menarik depositonya pada juli 2008, dan berlanjut
menjadi penarikan dana besar besaran (rush). Dalam rentang November hingga
Desember 2008, total simpanan yang ditarik mencapai Rp 5,67 triliun.
B.
Bank
Indonesia Beberkan Alasan
Bank Indonesia
(BI) membeberkan alas an terkait keputusan BI saat memberikan predikat bank
gagal dan berpotensi sistemik, sehingga harus diserahkan kepada LPS. Akibatnya
LPS harus meraguh kocek hingga Rp 6,7 triliun untuk menyelamatkan nbank
tersebut. Ada 5 (lima) kriteria bank century masuk kategori sistemik antara
lain :
1.
Bagaimana dampak terhadap sector riil jika bank century
ditutup. Dalam parameter pertama itu Bank century yang memiliki 65 ribu nasabah
tersebut memang tidak berdampak luas. Istilahnya low impact. Tapi ini hanya
salah satu parameter.
2.
Bagaimana dampak terhadap bank-bank lain jika Bank Century
ditutup. Dalam parameter tersebut BI menilai imbasnya bias sangat besar. Sebab
data BI menunjukkan saat Bank Century sekarat (November 2008), ada beberapa
bank kecil yang memiliki exposure besar di Bank Century. Artinya, dana
bank-bank tersebut kecantol di Bank Century melalui fasilitas Pasar Uang Antar
Bank (PUAB). Berdasarkan kalkulasi BI jika dana bank-bank tersebut tidak bias
kembali, bank-bank itu bakal mengalami kesulitan likuiditas, rasio kecukupan
modal (CAR)-nya turun, dan akhirnya
harus masuk dalam pengawasan khusus. Jika bank-bank tersebut masuk pengawasan
khusus, bank-bank lain yang memiliki exposure juga akan demikian. Karena itu, bisa
menimbulkan efek berantai ke seluruh perbankan.
3.
Dampak pada pasar keuangan yakni pasar obligasi pemerintah
dan bursa saham. Kalau century ditutup, ada bank lain bermasalah. Karena bank
lain itu mempunyai exposure SUN cukup besar, sehingga SUN harus dijual. Itu
akan menggoyangkan pasar SUN karena terjadi penjualan besar-besaran. Kalau
bank-bank tadi adalah listed company ( perusahaan tercatat dibursa saham ) itu
akan menggoyang pasar saham.
4.
Dampak kepada system pembayaran antar bank. Kalau
ditutup, bank-bank lain yang memiliki tagihan ke Bank Century sulit menagih dan
ini tidak dijamin. Ini bisa mengakibatkan system pembayaran chaos. Dalam artian
adanya imbas psikologis masyarakat jika Bank Century ditutup. Semua menunjukkan
imbasnya mulai medium to high impact hingga high impact.
5.
Sejak pertengahan 2008, saat krisis ekonomi global mulai
menghebat system keuangan di Indonesia mengalami tekanan hebat. Dana perbankan
di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang biasanya mencapai Rp 200 triliun
tiba-tiba menyusust tinggal Rp 89 triliun. Artinya ada indikasi penarikan dana
masyarakat dari bank dalam jumlah besar. Untuk membayar itu, bank harus mencairkan
dana mereka yang disimpan di SBI. Indikator lain anjloknya dana deposito masyarakat.
Akibatnya untuk menarik dana masyarakat bank mulai menaikkan suku bunga simpanan
hingga terjadi perang suku bunga. Bahkan bank-bank besar yang sebelumnya
menjadi supplier dalam fasilitas Pasar Uang Antar Bank (PUAb) mulai menahan
dana. Hal itu mengakibatkan bank-bank kecil dan menengah mengalami kesulitan
likuiditas. Saat itu PUAB sangat tegang. Selain itu resiko gagal kredit (
credit default swap) Indonesia melonjak dari angka normal 200 basis poin (bps)
menjadi 1.400 bps. Ditambah pencairan dana investor asing sekitar USD 6 miliar.
Intinya ada tekanan besar di pasar uang.
C.
Penggelapan
Penyebab lain ambruknya Bank Century
adalah penipuan oleh pemilik dan manajemen dengan menggelapkan uang nasabah.
Mereka adalah Robert Tantular, Anggota Dewan Direksi Dewi Tantular, Hermanus
hasan Muslim dan Laurance Kusuma serta pemegang Saham yaitu Hesham Al Warraq
Thalat dan Rafat Ali Rijvi. Pengelapannya dilakukan dengan beberapa cara.
Pertama, memanfaatkan produk reksa dana fiktif yang diterbitkan PT Antaboga
Delta Sekuritas Indonesia yang dijual terselubung di Bank Century. Kedua,
menyalurkan sejumlah kredit fiktif. Ketiga, menerbitkan letter of Credit ( L/C
) Fiktif. Modusnya yaitu pemilik Bank Century membuat perusahaan atas nama
orang lain untuk kelompok mereka. Lantas mereka mengajukan permohonan kredit,
tanpa prosedur semestinya serta jaminan yang memadai mereka dengan mudah
mendapatkan kredit. Bahkan ada kredit Rp. 98 Milyar yang cair hanya dalam 2
(dua ) jam. Jaminan mereka tambahnya hanya surat berharga yang ternyata bodong.
Selain itu Robert Tantular juga menyalahgunakan kewenangan memindah bukukan dan
mencairkan dana deposito valas sebesar Rp. 18 Juta Dollar AS tanpa izin sang
pemilik dana, Budi Sampoerna. Robert juga mengucurkan kredit kepada PT Wibowo
wadah Rezeki Rp. 121 Milyar dan PT Accent Investindo Rp. 60 Milyar. Pengucuran
dana ini diduga tidak sesuai prosedur. Robert Tantular juga melanggar Letter Of
Commitmen dfengan tidak mengembalikan surat – surat berharga Bank Century di
luar negri dan menambah modal Bank.
D.
Permasalahan
Yang Ditimbulkan Oleh Bank Century
1. Bahwa
masalah di Bank Century disebabkan lemahnya Bank Indonesia mengawasi
pengoperasian perbankan nasional, sehingga merugikan keuangan Negara. BI
dinilai lalai dalam pengawasan, sehingga direksi dan pemilik Bank Century sejak
2005 leluasa melarikan dana milik nasabah ke luar negri melalui penerbitan
Obligasi bodong.
2. DPR
merasa dilangkahi pemerintah, karena pemerintah dan DPR hanya bersepakat
mengeluarkan dana rekap sebesar 1,3 Trilyun, nyatanya 6,7 trilyun.
3. Pengambilalihan
Bank Century oleh pemerintah melalui LPS tidak memiliki konsep yang jelas dan
akan menimbulkan kerugianyang cukup besar.Dana yang dikeluarkan LPS dalam upaya
penyehatan Century yang mencapai Rp. 6,77 Trilyun dapat dipastikan tidak akan
bisa kembali. Dan akan menimbulkan kerugian yang besar, artinya upaya LPS
memperetahankan deposan – deposannya tidak lari gagal.
4. Saat
ini muncul dugaan dana rekap Bank Century bukan hanya 6,7 trilyun tetapi
mencapai hingga 9 Trilyun.
E.
Penyelesaian
Kasus Bank Century
1.
Masih
banyak misteri yang melingkupi kasus penyelamatan Bank Century. Karena itu
audit investigasi BPK harus dilakukan dengan tuntas. Jangan sampai ada
penumpang gelap yang bermain dengan mengatasnamakan penyelamatan ekonomi
nasional. Misteri itulah yang ditindaklanjuti komisi pemberantasan Korupsi
(KPK) dengan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit
investigasi terhadap bank. Tidak hanya KPK, DPR pun minta KPK mengaudit proses
bailout tersebut. Itu karena sebelumnya DPR pada tanggal 18 Desember 2008 telah
menolak peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4 Tahun
2008 tentang jaringan pengaman sector keuangan ( JPSK ) sebagai payung hukum
dari penyelamatan bank milik pengusaha Robert Tantular itu.
2.
Pemerintah
terus memburu asset Robert Tantular dan pemegang saham lainnya di luar negeri dengan
membentuk tim pemburu asset. Tim ini beranggotakan staf Departemen Keuangan, Markas
Besar Polri, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin simpanan, Pusat Pelaporan dan
Analisa Transaksi Keuangan, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, serta
Departemen Hukum dan Hak Azasi manusia. Untuk di dalam negeri jumlah asset yang
disita polisis terkaitb kasus tindak pidana perbankan di Bank Century sebesar
Rp 1,191 miliar. Sementara di luar negeri, polisis berhasiul menemukan dan
memblokir asset milik Robert Tantular senilai 19,25 Juta dolar AS atau setara
Rp 192,5 Miliar. Uang sebesar itu antara lain terdapat di USB AG Bank Hongkong senilai
1,8 juta dolar AS, PJK Jersey sejumlah 16,5 juta dolar AS, dan British Virgin
Island ( Inggris ) sebesar 927 ribu dolar AS. Selain itu polisisjuga menemukan
dan memblokir asset Hesham Al Warraq \talaat serta Rafat Ali Rizvi senilai Rp
11,64 triliun. Aset itu tersebar di UBS AG Bank sejumlah 3,5 juta dolar AS,
Standard Chartered Bank senilai 650 ribu dolar AS dan sejumlah SGD 4.006, di
ING Bank sebesar 388 ribu dolar AS.
3.
Dalam
proses hukum bank Century, pemilik bank century Robert tantular beserta pejabat
bank century telah ditetapkan sebagai terdakwa kasus penggelapan dana nasabah.
Bahkan manajemen Bank Century telah terlibat dalam memasarkan produk reksadana
PT Antaboga Sekuritas yang jelas-jelas dalam pasal 10 UU Perbankan telah dilarang.
Prinsip the five C’s of credit analysis yang menjadi dasar pemberian dana
talangan rupanya tidak diterapkan oleh LPS. LPS harusnya meneliti Character (kejujuran
pemilik bank), collateral (jaminan utang bank), capital (modal), capacity (
kemampuan mengelola bank ) dan condition of economy sebelum bailout diberikan.
Artinya dari segi the five C;s of credit analysis Bank Century sebenarnya tidak
layak sama sekali mendapatkan dana talangan dari LPS. Ironisnya LPS justru
mengucurkan dana sampai 6,7 triliun ke bank itu.
4.
Solusi
untuk mengatasi bank-bank bermasalah bukan dengan memberikan penjaminan penuh (
blanket guarantee atau bailout ) seperti yang diberikan ke Bank Century. Hal
itu berdasar pengalaman krisis keuangan 1998 yang akhirnya mengakibatkan
munculnya bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) hingga Rp 600 triliun.
F.
Kesimpulan
Pemberian bailout atau dana
talangan oleh pemerintah kepada bank century yang membengkak hingga Rp 6,7
triliun dari semula 1,3 triliun harus menjadi bahkan pembicaraan dan perdebatan
seru. Bukan hanyua dimedia massa dikalangan para ahli dan birokrasi pemerintah,
tapi juga departemen karena hal ini menyangkut dua aspek yaitu politik dan
hukum. Pemberian dana bailout century yang sekarang terus diperjualkan bisa
berakibat buruk terhadap bank tersebut. Dimana akan mengurangirasa percaya
nasabah pada dunia perbankan. Kasus Bank Century mencerminkan lemahnya
pengawasan Bank Indonesia ( BI ) sebagai bank sentral terhadap bank umum.
Bank-bank umumnya hendaknya mendapat pengawasan ketat dari bank Central.
G.
Saran
Dalam menghadapi kasus bank Cemtury perlunnya kerjasama dengan baik antara pemerrintah, DPR-RI dan Bank Indonesia
Dalam menghadapi kasus bank Cemtury perlunnya kerjasama dengan baik antara pemerrintah, DPR-RI dan Bank Indonesia
1.
Pemerintah harus bertanggung jawab kepada nasabah Bank
Century agar bisa uangnya dicairkan.
2.
Harusnya ada trasparansi public dalam menyelesaikan
kasus Bank century sehingga tidak terjadi korupsi
3.
Audit infestasi BPK harus dilakukan dengan tuntas dan
dibantu oleh Polri, kejaksaan, Pemerintah Bank Indonesia.